Friday, December 15, 2006
SATU HATI SATU RASA FOR GEGUNUNG KRU..
CINTA YANG TERSEMBUNYI......
Tuesday, December 12, 2006
SELINGKUH
Maksudnya, saat dua orang memutuskan untuk pacaran, mereka punya komitmen buat menjaga hubungan. Misalnya, lawan jenis yang boleh ngajak kita jalan berdua cuma pacar, pegangan tangan sama lawan jenis pun hanya dilakukan dengan pacar. Jadi, saat salah satu pihak nge-date sama orang lain, bisa dibilang dia sudah selingkuh!
Dalam sebuah riset yang dilakukan psikolog Drigotas SM dan koleganya di Journal of Personality and Social Psychology tahun 1999, selingkuh disebut sebagai dating infidelity. Istilah ini mengacu pada adanya perasaan bahwa pasangan telah melanggar norma dalam pacaran, yang berkaitan dengan interaksi terhadap orang lain dan diikuti timbulnya kecemburuan dan persaingan.
Selingkuh itu sendiri juga dibagi dua: selingkuh fisik dan emosional. Selingkuh fisik artinya kita melakukan kontak fisik dengan lawan jenis, seperti pelukan dan ciuman sama orang yang bukan pacar kita. Sedangkan selingkuh emosional lebih berupa perasaan kita terhadap orang lain yang bukan pacar. Contoh, kangen dan pengin sering ngobrol sama lawan jenis yang bukan pacar.
Batasan seberapa jauh seseorang bisa disebut berselingkuh itu pun macam-macam dan sangat relatif. Dalam majalah Psychology Today terbitan Desember 2000, menurut teori evolusi psikologi zaman dulu, cowok akan lebih kecewa kalau pasangannya melakukan selingkuh fisik. Soalnya, cowok enggak akan terima harus membesarkan dan membiayai anak hasil perselingkuhan istrinya (iyalaah!). Sementara cewek bakal lebih sebal kalau pasangannya melakukan selingkuh emosional. Sebab, cewek pengin pasangannya ada di sampingnya untuk membantunya membesarkan keturunan.
Tapi teori ini diragukan oleh hasil eksperimen yang dilakukan Christine R Harris, profesor psikologi dari Universitas California, San Diego, tahun 2000. Reaksi seseorang terhadap bentuk selingkuh itu bergantung pada pengalaman hidupnya, bukan pada jenis kelaminnya.
Ini juga disetujui oleh Pak Noel yang bilang bahwa selingkuh itu batasannya relatif. Tergantung persepsi orang masing-masing. Ada cewek yang menganggap pacarnya yang sering ngobrolin tentang cewek lain artinya dia sudah selingkuh. Tapi ada juga cewek enggak menganggap pacarnya selingkuh walaupun pacarnya sudah pelukan plus ciuman sama cewek lain. Sebab dia tahu pacarnya sedang khilaf dan enggak ada feeling apa pun pada cewek tersebut.
Tapi kenapa, ya, banyak teman seumuran remaja gampang banget ngeduain pacarnya?
"Remaja masih pengin main-main. Belum memantapkan pilihan. Sementara (saat pacaran) mereka terikat dan commited hanya pada orang," ujar Pak Noel sambil tersenyum.
Pak Noel juga menambahkan, dibandingin zaman dulu, keintiman hubungan antara cewek dan cowok bergeser. Sekarang banyak pertemanan yang "dihiasi" kontak fisik seperti layaknya orang pacaran. Enggak heran banyak juga yang pacaran, tapi masih "senang-senang" dengan orang lain yang bukan pacar.
Selain itu, kecenderungan mencari tempat curhat pun membuat seseorang jadi lebih rentan selingkuh. "Kadang-kadang sama pacar belum tentu bisa curhat. Apalagi menyangkut hubungan itu sendiri. Lalu ada tempat curhat yang bisa menjadi jalur untuk selingkuh," kata dosen sosiologi di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
# Kebosanan juga menjadi salah satu penyebab kita rentan selingkuh. Kita bosan karena sudah berbulan-bulan stuck sama satu orang ini saja.
# Faktor lain dari diri kita yang memicu terjadinya selingkuh adalah untuk mencari kesenangan dan petualangan baru. ".
# Penyebab lain terjadinya selingkuh adalah keadaan hubungan itu sendiri. Kalau tiap hari kita berantem terus sama pacar, ya... lama-lama ilfil juga. Apalagi kalau berantemnya soal kebiasaan pacar yang cemburuan plus posesif. Aduuuh… males banget!
"Posesif itu menghambat yang lain. Mendorong untuk selingkuh. Ada ketegangan dan kecemasan (dalam hubungan itu). Jadi hubungannya enggak dinikmati," jelas Pak Noel. Tuh, ingat-ingat, ya!
Uniknya lagi, ada penelitian terbaru di Inggris yang bilang faktor genetis memengaruhi kecenderungan kita berselingkuh! Dari penelitian yang melibatkan 1.600 cewek kembar tersebut disimpulkan bahwa 30-40 persen perselingkuhan disebabkan faktor genetis alias keturunan-walaupun ada faktor lain yang berpengaruh, seperti kualitas hubungan dan kesempatan berselingkuh. Meskipun riset tersebut dilakukan pada cewek saja, ilmuwan-ilmuwan yang terlibat percaya ini juga berlaku buat para cowok! Widiih, kayaknya kita mesti cek silsilah keluarga, nih!
JIKA hal diatas terlalu "meremaja" itu memang sengaja saya tampilkan mengapa...karena perselingkuhan bukan hanya terjadi pada orang dewasa, pada remaja pun "bibit" ini sudah ada..atau jangan-jangan kebiasaan dari remaja ini terus terbawa hingga seseorang dewasa, menikah hingga punya anak pun masih merupakan hal yang lumrah (wualah...) bahkan hobi mungkin....tidak salah jika menurut artikel yang saya baca dari universitas muhammadiyah surakarta, selingkuh merupakan tindakan abnormal yang di nikmati dibawah ini tulisanYadi Purwanto* http://www.psikologiums.net/modules.php?name=News&file=article&sid=30
A. Pengertian selingkuh
Asya (2000) mendefinisikan perselingkuhan (Selingkuh) diartikan sebagai perbuatan seorang suami (istri) dalam bentuk menjalin hubungan dengan seseorang di luar ikatan perkawinan yang kalau diketahui pasangan syah akan dinyatakan sebagai perbuatan menyakiti, mengkhianati, melanggar kesepakatan, di luar komitmen. Dengan kata lain selingkuh terkandung makna ketidakjujuran, ketidakpercayaan, ketidaksaling menghargai, dan kepengecutan dengan maksud menikmati hubungan dengan orang lain sehingga terpenuhi kebutuhan afeksi-seksualitas (meskipun tidak harus terjadi hubungan sebadan).
Kita tentu sudah mengenal berbagai akibat selingkuh. Bukan saja terancamnya rumah tangga, tetapi juga terkadang membawa dampak ikutan yang cukup berat, seperti hancurnya harapan anak-anak, rasa malu yang ditanggung keluarga besar, rusaknya karir. Lebih dari itu semua adalah rusaknya tatanan sosial pada masa mendatang.
B. Mengapa Selingkuh?
Banyak sebab mengapa suami (istri) melakukan selingkuh.
1. Faktor Utama
a. Predisposisi kepribadian. Ada beberapa individu yang cenderung memiliki gairah seks yang besar (seksmania) ataupun yang mengalami kebosanan seksual. Miskinnya afeksi seksual pasangan dapat menjadi pemicu kuat untuk terjadinya pengembaraan seksual dan juga afeksi dari orang lain. Modusnya mulai dari jajan seks, memelihara simpanan WIL (PIL), affair tanpa seks. Yang kesemuanya berkategori perilaku abnormal dan abnorma.
b. Terjadinya desakralisasi lembaga perkawinan. Rumah tangga (RT) yang tadinya dianggap sebagai lembaga ideal untuk menyelamatkan dua sejoli dari dosa. Muatan kehalalan menurut agama menjadi rapuh dan keluarga dipandang sebagai rutinitas bahkan beban kehidupan. Orang ingin melepaskan dari kegagalan menciptakan RT yang ideal. Keabsahan agama dan kehalalan agama dipandang sebagai sebuah formalitas saja tanpa ruh, akhirnya ia meruntuhkan (meralat) kesucian agama.
c. Terjadinya deidealisasi lembaga RT. Semua orang yang menikah biasanya diawali dengan angan-angan, cita-cita yang luhur, punya keturunan yang baik, materi yang cukup, serta masa depan yang bahagia. Idealisasi ini runtuh setelah mengalami tahap kemandegan spiritualitas memerankan RT. Orang menjadi tidak peduli, karena idealismenya tidak akan pernah tercapai. Orang semacam ini tidak lagi memiliki gambaran ideal lagi tentang RT.
d. Terjadinya dekadensi moral. RT adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat. Di RT lah setiap individu memperoleh pendidikan mendasar. Suami (istri) memerankan tugas mulianya secara moral hampir 50% berada di RT. Dari cara mendidik anak-anaknya, komunikasi, tata krama, life survive semuanya digambarkan begitu gamblang di RT. Ketika seseorang tidak lagi menyadari fungsi RT sebagai lembaga moral terbesar, maka ia benar-benar jatuh 50% dari hakekat moralnya. Wajar kalau semua agama menghukum berat pelaku selingkuh, sebab kalau dibiarkan sama dengan 50% keruntuhan moral masyarakat. Seperti kita mengenal dalam ajaran Islam, selingkuh berarti mati, dan sekaligus cerai. Demikian pula dalam Kristiani, perceraian menjadi mungkin karena salah satu pihak telah berzina. Dalam Hindu pun selingkuh memperoleh hukuman yang berat. Bahkan, semua budaya primitif sekalipun menganggap selingkuh sebagai sebuah aib dari 10 aib terbesar.
2. Faktor Pendukung
a. Faktor fasilitasi sosial. Lemahnya institusi masyarakat dalam masalah moral sosial dan hukum menjadi lahan subur selingkuh. RT seolah memperoleh ancaman serius dari lingkungan. RT yang sejak awal sudah bagus semacam digerus perlahan-lahan oleh lingkungan yang memfasilitasi kebejatan moral atau memperbolehkan (permisivitas masyarakat). Bagaimana tidak aneh, di satu sisi di RT dituntut kesucian, kesetiaan pada saat yang sama diijinkannya melakukan selingkuh di lokalisasi berizin. Hal yang sama terjadi dalam bingkai kehidupan yang lainnya. Ketika kampanye anti merokok sedang gencar, tetapi iklan rokok secara terbuka menyatakan bahayanya. Setiap hari kita disuguhi agar miras diberantas, pada saat yang sama ia berada di tempat-tempat “berizin”. Dalam teori psikologi, kenyataan ini akan menciptakan dissonance cognitive-kekacauan berfikir. Dalam istilah umum orang harus terbiasa bermuka dua, bersikap yes dan no pada kasus yang sama, untuk pro dan kontra secara bersamaan dalam peristiwa yang sama. Hal inipun menular dalam RT, seperti mencintai sekaligus selingkuh.
b. Ketersediaan group secara sosial. Nampaknya tidak semua kaum selingkuh ini mendapatkan dampratan masyarakat, tetapi juga memperoleh penerimaan dari komunitas tertentu-meskipun terbatas. Bisa kita bayangkan bahwa orang dengan bangga mengumbar pengalaman selingkuhnya sebagai sebuah prestasi keperkasaan, atau keseksian. Ada saja orang yang bangga kalau ia telah berhasil menggaet “daun muda”, atau bahkan merasakan “goyang randa”. Sebagaimana ada pula yang bangga kalau ia berhasil menaklukan bos, atau menjerat suami orang walau hanya sesingkat “short time”. Komunitas (Purwanto, 1999) ini mudah terbentuk di lingkungan kerja, dimana interaksi pria-wanita sering terjadi. “Tresno jalaran soko kulino” menjadi alasan paling banyak (33%) terjadinya selingkuh. Sedangkan di masyarakat komunitas yang kontra selingkuh semakin menipis kekuatan daya tangkalnya. Hal ini karena selingkuh dianggap sebagai fenomena yang terlalu sering terjadi. (Penelitian di Jakarta, 1997, 2 dari 3 laki-laki pernah berselingkuh).
c. Lemahnya sangsi sosial dan hukum. Secara umum masyarakat kita sangat mudah memaafkan kesalahan. Walaupun kesalahan itu sangat fatal menurut kacamata agama. Sedikit sekali kasus selingkuh diproses menjadi kasus hukum.
Di Amerika Serikat kasus selingkuh sudah melanda 60% keluarga, bahkan jutaan bayi lahir tanpa lembaga perkawinan, tetapi dengan bangga mereka mengakuinya, semisal aktris Madonna.
Prediksi penulis di Indonesia kasus selingkuh terbongkar dan yang dibawa ke pengadilan dan berakhir dengan perceraian hanya 5%, 8% masuk penjara. padahal kasus yang tidak terbongkar jauh lebih besar. Sisanya diselesaikan diselesaikan secara kekeluargaan, tahu-sama tahu, dilupakan, mengambang, dihukum secara sosial, di keluarga hanya pisah ranjang. Kenyataan ini semakin memperbesar komunitas penerimaan terhadap kasus selingkuh.
Selain itu, hukum yang mengatur sangat fleksibel, lentur tergantung “kebijakan hakim”. Dan dimana selingkuh itu dilakukan.
d. Media massa. Tentu kita sudah maklum bahwa lagu-lagu telenovela, sinetron, film, dan juga kelakuan langsung para sineas film menunjukkan ide-ide perselingkuhan sebagai fenomena wajar. Dengan suka cita rangkaian cerita itu dinikmati sebagai sebuah entertainment. Mengapa hal itu terjadi? Karena orang lebih men”tuhan”kan cinta tetapi tidak menghargai hukum Tuhan tentang cinta itu sendiri. Para artis/aktor yang selingkuh, bercerai secara terus menerus dipublikasikan dengan bumbu-bumbu entertainment, seolah-olah tanpa dosa dan tetap menjadi pujaan.
e. Era hedonisme. Kita telah lama mendengar bahwa sekarang ini memasuki era kebebasan dan materialisme. Sangking sudah bingungnya menghadapi kasus selingkuh di satu sisi, tetapi kebutuhan materi disis lain, atau kebutuhan gengsi (kehormatan) di sisi lainnya, ada sebagian orang yang berprinsip: di rumah adalah suami (istri)ku, di luar terserah, yang penting tidak mengganggu ekonomi RT, dan tidak saya pergoki.
3. Faktor Pemicu lain
Seringnya memelihara pandangan, pendengaran dan pikiran tentang hasrat seksual, semisal berbicara hal-hal yang yang porno sesama rekan atau teman dekat. Biasanya selingkuh diawali oleh hasrat seksual yang atraktif, bahkan bersifat sesaat. Semisal melihat gadis-gadis cantik (perjaka ganteng) yang setiap hari ada di pinggir jalan, di sekolah, di toko, mall atau dimanapun. Hasrat ini semakin menguat ketika pasangan di rumah kurang kreatif dalam teknik seksologi. Proses yang ditahapi: (1) mengawali dengan coba-coba, (2) lalu terjebak dan (3) sulit menghentikan (4) konflik (5) resiko berkelanjutan.
Media pornografi dan pornoaksi yang mudah diperoleh, bahkan disediakan oleh media televisi secara terselubung. Semisal acara musik dengan latar penari yang seronok yang seksi, bagi para penonton berhasrat seks cukup tinggi, atau mudah terangsang, dapat menjadi ingatan sesaat yang muncul untuk mencari penyaluran lain selain pasangan.
Kesepakatan canggih. Pada beberapa kasus selingkuh, kedua belah pihak memperoleh manfaat sesaat. Mereka menyadari resikonya dan karenanya sepakat untuk hanya sekedar berenjoy ria secara seksual dan mengaturnya secara canggih sehingga tidak sampai membuat bubar keluarga masing-masing. Kalau ketahuan akan sama-sama menolaknya dan sama-sama mengakhirinya. Mereka menjalaninya sebatas aman saja.
Kecanggihan teknologi anti hamil. Kecemasan akan kehamilan akibat sek bebas semakin kecil, karena hampir 95% mereka yang selingkuh telah memahami fungsi kontrasepsi atau bagaimana caranya seks tanpa kehamilan. Sebagaimana juga terjadi di kalangan remaja putri yang terlibat pada perselingkuhan dengan “om senang”. Dalam hal ini penelitian Kainuna (2001) mengindikasikan bahwa teknologi kehamilan memberikan 70% kontribusi pada keberanian seseorang untuk melakukan seks bebas dengan rasa aman dari kehamilan. Kehamilan terjadi pada seks bebas “remaja cingur”.
Saturday, December 02, 2006
PELAJARAN DARI MAMA"HELVY"
Seorang lelaki dan gadis kecil kurus berdiri di hadapan saya. Wajah keduanya dipenuhi airmata. Tampak betul mereka ingin tersenyum, namun gejolak rasa di batin, justru membuat butiran bening itu terus mengalir. Lelaki itu Mugi Santoso, siswa SMPN Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur. Tak jauh di dekatnya adalah Siti Rahmawati, siswi SMPN 2 di pelosok Nusa Tenggara Barat. Saya memanggil mereka dengan nama: kegigihan.
Ingin menjadi orang berarti, begitulah impian besar mereka. Berarti bagi siapakah? "Diri saya, keluarga dan negeri ini, juga di hadapanNya," lirih mereka.
Mugi besar di desa. Ayahnya hanya buruh tani yang kemudian bekerja di suatu bengkel kecil. Sehari-hari Mugi rajin membantu ayah, mencari kayu bakar di hutan, untuk dijual atau dipakai sendiri. Pergi sekolah berjalan kaki dan selalu tak memiliki uang untuk membeli buku-buku pelajaran. Kala desanya dilanda wabah kolera, ia pernah jatuh sakit. Ia bangkit ketika melihat asa di mata orangtua dan adik-adiknya serta bertekad untuk kuat lahir batin. Untuk menjadi yang terbaik dalam keterbatasan.
Rahma ditinggal orangtua sejak kecil dan hidup bersama neneknya yang sudah sangat tua serta sakit-sakitan. Membantu sang nenek menimba air, berjualan dan mencari kayu adalah pekerjaannya sehari-hari. Dalam keterbatasannya ia melihat kemungkinan itu: menjadikan kemiskinan sebagai cambuk untuk berdiri, berlari menuju pelangi. Cita-cita yang semua orang bilang, hanya bagai di awan baginya.
Mereka berdua bersama 63 murid SMP/ Mts lainnya diundang ke Jakarta sebagai finalis Lomba Mengarang untuk Siswa SMP/ Mts Tingkat Nasional, 21-23 November lalu. Mereka harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan juri berkaitan dengan karangan mereka yang bertema: Belajarku Masa Depanku..
Ketika sebagian besar teman-teman lainnya lancar bertutur, Rahma nyaris tak bisa bicara. Ia pertama kali menjawab pertanyaan juri dengan airmata. Ah, anak desa dari NTB yang belum terbiasa berhadapan dengan banyak orang dan menyimpan semua resahnya di batin sendiri. Terbata-bata ia menjelaskan bahwa yang ia tulis, hanyalah tentang dirinya. Bahkan kiat-kiat yang ia sarankan dalam karangan itu, adalah untuknya semata.
Mugi menjawab semua pertanyaan dengan sedikit terbata. "Karangan itu adalah diri saya," katanya tanpa senyum. Anak desa, miskin, yang tak henti berjuang untuk bisa terus sekolah. "Insya Allah saya bisa menjalankan semua, bila saya mau berusaha dan bersama Allah," katanya, sambil menunduk.
Dalam sidang penentuan, 18 juri berdebat memilih yang terbaik. Saya memilih Mugi dan Rahma sebagai Juara I dan II versi saya. Waktu itu saya belum tahu siapa mereka.
"Tapi dalam presentasi mereka tidak lancar," kata salah satu juri.
"Ini lomba mengarang, bukan bicara. Yang kita nilai dari wawancara hanya memastikan orisinalitas karya," ujar saya.
Perdebatan berlarut-larut. "Tapi banyak yang bagus sekali dan cerdas cara bicaranya."
Saya menghela napas panjang. "Bagaimana dengan anak SMP yang berasal dari desa terpencil? Mereka tidak biasa bicara depan umum. Masak mau disamakan dengan anak Jakarta dan kota besar lainnya? Ingat, karya tulisnya tetap lebih utama," tutur saya. "Lagi pula, banyak lho penulis yang tidak lancar bicara. Banyak pula pembicara handal yang tak lancar menulis," tambah saya.
Mugi akhirnya memang menjadi Juara I tapi Rahma terlempar di Harapan I. Juri memang bukan hanya saya.
Malam itu saya pandang lagi Mugi dan Rahma yang bahkan tampak bingung mengekspresikan kemenangan mereka. Saya tersenyum. Saya hampiri mereka. "Kalian harus terus menapaki jalan prestasi. Jangan pernah menyerah sebelum berjuang. Dan perjuangan itu telah kalian mulai dengan pena kecil kalian! Selamat ya.
Mereka tersenyum, mengangguk. Menggenggam erat karton tebal berisi tulisan Lima Juta dan Dua Setengah Juta Rupiah. Mata mereka basah. Mungkin mereka membayangkan bulan di wajah ayah dan nenek. Seperti apakah cahayanya?
Saya pun pulang membawa cerita baru bagi Faiz. "Ini cerita dari jalan kupu-kupu, Nak. Tentang Mas Mugi, tentang Kakak Rahma yang sangat tahu diri. Mereka masih akan terus mendaki dan mencari kupu-kupunya."
Faiz mendengar seksama. Binar mata Faiz malam itu, terbungkus kaca..., " Bunda, mereka hebat!"
SAYA SANGAT SUKA TULISAN MBK HELVY KALAU TEMAN-TEMAN MAU BACA KUNJUNGI SAJA SITUSNYA INI SALAH SATU TULISANNYA http://helvytr.multiply.com/journal