Pagi itu mentari masih enggan menampakkan diri, lambat-lambat masih terdengar lantunan ayat-ayat Al Quran dari masjid di ujung perkampungan, seorang wanita melantunkan ayat-ayat ke istriannya di sudut ruangan bernama dapur, sambil sesekali meminta putri kecilnya untuk mengambilkan kebutuhan yang tak terjangkau tangan rentanya. Seorang lelaki tua tampat menyetrika baju kebesarannya, tiap lipatan tampak begitu rapi di tangannya, sementara setrika itu memanaskan baju tua yang enggan terkena panas karena tuanya. Satu demi satu lengan lelaki itu memakai baju putihnya, masih tampak kekokohan tubuhnya di balik kerentanan usianya, gurat kewibawaan masih tersirat di pipinya, satu demi satu atribut dan pangkat dipakainya secara perlahan. Sang istri lalu menyodorkan semangkuk cinta yang kalau boleh disebut namanya di banding makanan, tampak lelaki itu menyuapkan sesendok demi sesendok cinta itu tanpa menyisakan apapun kecuali senyum karena perutnya telah kenyang kini.
"Aku pergi dulu..hari ini ada kiriman kayu jadi agak siang pulangnya, oh ya uang 10.000 kemarin sudah habis, karena malamnya aku ngopi buat ngilangin kantuk, ibu kasih aku 10.000 lagi saja, nanti pulangnya aku naik truk pengangkut kayu sampai ujung jalan sana, nduk' sekolahmu sing bener lho biar jadi pinter, jajanmu di kurangi biar ngak boros, wis yo assalamualaikum" lelaki tua itu pergi sambil membawa tas loreng bertuliskan "ABRI AL" yang tampak lusuh dimakan usia.
Dirumah itu seorang istri memintal benang kasih demi putrinya "nduk....ingat kan tadi bapak pesan apa, jangan boros ya?". dengan muka merengut tanda protes tapi tak masih terasa tertahan sang anak berkata " boros yang mana, aku sekolah dari pagi sampai magrib masak tidak ada minum, sama sekali mana tiap hari ada tugas sekolah, yang ujung-ujung nya duit, tiap hari pasti ada saja sumbangan yang tidak jelas buat apa, kalau sekali-dua kali tidak memberi ngak papa, kalau tiap hari ya aku mikir-mikir, makanya aku ngak pernah jajan, jadi aku ngak boros to bu?, keluh anak itu. "yo wis to jangan ngambek, berdoa saja biar rejeki bapak lancar biarkamu bisa sekolah dengan layak" rayu si ibu sambil memangsangkan jilbab penutup aurat pada sang putri kecilnya, ada sejuta doa tampak di raut wajahnya seraya merapikan jilbab serta seragam sekolahnya "semoga kau menjadi anak yang sholehah nduk, pinter agar kau bisa mendapat ilmu yang layak bagi dirimu".
Siang itu tampak terik, matahari jakarta tampak panas menyengat di tiap kulit yang terbuka , lelaki tua itu menutup hidungnya karena banyak debu bercampur serpihan kayu yang berterbangan, debu dari tempat kiriman kayu begitu menyesakkan nafasnya yang sudah semakin pendek itu, sesekali ia menepuk baju putihnya yang terkena debu "woi pak satpam istirahat dulu lah, minum es dulu sini, jangan lah kau ngejar setoran melulu" kata temannya yang di panggil si batak entah karena logatnya atau karena asalnya. "oh ya nanti dulu aku mau sholat dulu" lelaki itu kemudian menuju masjid di ujung pabrik yang tampak gelap itu "andai aku beli es, nanti aku ngak bisa pulang, ah sudahlah minum air putih aja, sama saja buat penghilang haus" lelaki itu melamun sebelum akhirnya ia mengambil wudlu dengan khusuknya.
Di kota yang ber kilo-kilo jauhnya tampak seorang wanita yang menuruni tangga gedung, yang megah dan ramai oleh orang, "bu mau kemana?" sapa segerombolan anak muda yang berjejer di pinggir ruangan bertulisakan "perpustakaan", "oh mau ke fakultas ada ngajar hari ini, kalian pada ngapain di sini? ngerumpi apa ngerjain skripsi? apa..nyari jodoh" tanya wanita itu " "ah si ibu tau aja, kayak ngak pernah muda, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, dapat ijasah juga ijapsah (nikah) hehe", jawab mereka sambil senyum cengegesan. Wanita itu berlalu sambil membetulkan jilbabnya yang terkena angin, satu demi satu anak tangga di laluinya sambil sesekali tersenyum saat ada mahasiswa yang menyapa, "woi jeng hari ini ada iuran lagi lho, paling lambat minggu ini" kata seorang teman yang menyapa sebelum ia masuk dalam ruangannya, "wuaduhhh ada lagi, kok ya tuh iuran nyaingin kereta api seh, tiap saat ada" kata si wanita sambil terus berlalu masuk ke dalam ruangannya. Di depan komputer ia tampak sibuk mengerjakan tugas-tugasnya, sesekali ada mahasiswa datang dan pergi untuk berkonsultasi atau sekedar bergurau dengannya, "handphone ibu bunyi..." kata seorang mahasiswi "oooo ya" si wanita berlalu mengangkat handphone sambil membaca sms yang berbunyi "kak uang spp bulan ini ya...jangan lupa, semangat yaaaa cayoooo" sambil tersenyum ia menutup pesan itu, lalu kembali larut dalam canda bersama para mahasiswa yang tampak sedang bingung memikirkan skripsinya lalu melarikan diri dengan cara tertawa, si wanita tersenyum sambil kepalanya terus berputar "kerja apa lagi ya..biar bulan depan dapat uang buat bayar spp, hemmm semoga Allah melancarkan rizkiku agar uang bayaran tidak telat".
Siang itu sekelompok mahasiswa sibuk didepan sebuah taman, tampaknya mereka sedang mencari tugas di internet, area kampus ini ada jaringan hotspot jadi dengan mudah mereka mengakses internet dimanapun mereka berada, "mas tugasmu dah selesai, kamu jadi kan bayar spp bareng aku, ortu ku rada telat neh ngirimnya, nanti mas sms aku ya kalau uang mas juga dah ada" kata seorang lelaki, yang di panggil mas mengangguk sambil tangannya terus mengetik di laptopnya, "iya-iya aku kabari ntar, kalau sekarang lagi ngak ada uang e, gaji sambilanku juga belum ada, entar aku usahain aja, oh ya kerjaan mu piye.." kata lelaki itu. Di teriknya mentari lelaki itu terdiam dengan ragu-ragu ia mengeluarkan handphone tuanya "kak uang spp bulan ini ya...jangan lupa, semangat yaaaa cayoooo" setelah tangannya mengetik dan mengirim ia kembali larut dalam pencariannya di dunia maya, sesekali ia melepaskan nafas panjangnya, di hati dan otaknya terus berfikir keras "aku kerja apa lagi ya, kasian kakak udah habis habisan buat biayain aku, nilai ku musti bagus biar dia bangga sama aku, emm kabar rumah gimana ya, si kecil tambah tinggi ngak ya...gimana kabar ayah dan ibu? apa mereka makan hari ini...." sekilas bayangan terlintas antara masa lalu dan masa kini, tampak derai air mata menetes dari hatinya terdalam, tiada orang lain yang kan tau kesedihan dalam hatinya, karena senyum dan tawa selalu mengembang di wajahnya.
Malam itu ketika semua sudah tertidur, seorang wanita menundukkan kepala di atas sajadah, bibir dan hatinya terus menggumamkan ayat-ayat kecintaannya pada sang Rabb, air matanya tak behenti berderai, suaranya parau, sesekali ia melihat potret wajah keluarganya di balik bingkai, seorang lelaki yang tampak gagah dengan baju ketentaraannya, seorang wanita yang anggun dalam busana, tiga orang anaknya yang tersenyum mengembang. Ia memandang lelaki yang ada di foto dan sekarang tak ada disisinya, "ayah semoga ayah mendapat rejeki yang hallal, semoga Allah selalu memberi hidayahnya kepada kita semua, jadilah satpam yang baik" sambil merapikan selimut putrinya ia berdoa "adek semoga adek jadi anak yang sholehah, tetap berpegang teguh pada dien islam, jadilan anak yang pintar dan menjadi kebanggan ayah dan ibu" di pandanginya lagi dua orang yang tersenyum di foto itu "adek jadilah lelaki yang sholeh, pemimpin yang adil, cerdas, baik dalam bertutur dan bertingkah laku" sekali lagi iya menyeka air matanya yang tak berhenti mengeluarkan air matanya seraya memandang putri pertamanya "kakak..jadilah wanita yang sholehah, engkau kebanggaan kami, bersabarlah dalam menghadapi tantangan hidup, semoga kau mendapat imam yang terbaik untukmu kelak sehingga kau dapat menjadi istri yang berbahagia" entah yang keberapa kali wanita itu menangis dalam sujudnya menangis karena bersyukur di beri karunia anak-anak dan keluarga sebahagia ini, walau menurut realita mereka hidup dalam kesederhanaan, tapi ia bersyukur karena keluarganya tetap memegang Dienul islam, karena ia yakin Allah maha segala, sehingga apa yang di dapatnya kini itu adalah BAHAGIA
No comments:
Post a Comment