Thursday, July 12, 2007

MAAF..... HIDUP INI TAK MUDAH

"Hii..sang putri cepatlah kau buka topeng, ke "babu" an mu, jadilah cinderela dengan sepatu kaca, bawalah serta kereta kencana, tunjukkan padaku puri tempat kau tinggal" sang pangeran berteriak dalam ke cintaannya.
"wahai sang pangeran, diriku bukan lah putri dari negeri dongeng, jika kau bayangkan aku laksana angsa buruk rupa yang kan berubah menjadi cantik dengan segala kemewahannya, kau salah....aku lah sang "angkara" yang kan tetap jadi raksasa di dunia nyata" jawab sang putri sambil berpaling.
"mana mungkin...parasmu rupawan, bajumu laksana permaisuri raja, tutur mu mendayu laksana pujangga yang sedang mencinta, bagaimana mungkin kau seorang "angkara", bukankah angkara hanya seorang pengelana tanpa hunian, berkalang lara dan berbaju luka?" tanya sang pangeran
" ya pangeranku, aku lah sang "angkara", yang terus mencari makna hidupku. berteriak dalam fana karena beratnya beban yang ku panggul, bermuka dua dan berhati batu, karena inilah yang bisa kulakukan agar ku tak tumpahkan telaga air mata, dalam perjalananku" jawab sang putri sambil terus berlalu.
"cobalah ke mari kan ku kecup engkau, maka kau akan berubah seketika, menjadi putri yang sempurna, yang di puja banyak ksatria, dan di cintai rakyat jelata" pangeran membujuk
"pangeran....pangeran ini dunia nyata bukan negeri dongeng, takkan mudah membalikkan nasip hanya karena sebuah rasa, karena hidup adalah perjuangan, seperti nenek tua yang harus memanggul beban di pasar yang 3 bahkan 4 kali lipat berat tubuhnya, hanya demi bisa melahap sesuap nasi dengan sambal teri jika bisa, seperti seorang ibu tua yang tiada bersuami sementara anaknya berteriak kelaparan, apakah cukup dengan menina bobokan atau berdongeng tentang aladin yang menemukan teko ajaib hingga ia kaya raya, bukan!...wanita itu harus bekerja, meskipun ia menjadi seorang kuli bangunan atau menjadi pelacur sekalipun, ini hidup pangeran, bukan cerita sinetron, yang dengan mudah di memutar balikkan alur cerita, hingga penonton pun sampai lupa mana tokoh utamanya" putri berpaling.
"Baik...baik paling tidak tunjukkan dirimu yang sebenarnya...bukankah cinta kan terimamu apa adanya, siapapun engkau, cinta hanya memandang rasa bukan fisik atau harta, maka tunjukkanlah aku siapa dirimu" pangeran beranjak berusaha menggapai sang putri.
"Aku..siapa aku......? dengarlah baik baik wahai sang pangeran, aku adalah "angkara" yang kan berikanmu tawa sekaligus luka, kelak kau takkan tau artinya bahagia atau sengsara bila bersamaku, tubuhku adalah nyawaku, dengan hati kuhidupi ke 5 ragaku, takkan ada waktu untuk bersantai denganmu, ketika kau dekatku, maka tubuhmu pun akan hancur tanpa nyawa, karena bibirku kan membisikkanmu banyak kata untuk mengajakmu bercinta dengan penderitaan hingga tersisa kehampaan, tanganku kan terus mendorongmu untuk selalu bekerja karena dahagaku tak terbatas, kakiku kan memaksamu untuk terus bergerak mencari celah dimana uang bisa di dapat agar ragaku bisa hidup dengan layak, mataku kan terus mempengaruhi pikirmu untuk memeras keringat kalau perlu darahmu, untuk membuat diriku bahagia, karena nyawaku ada karenanya, dan tubuhku adalah parasit untukmu, karena denganku kebahagianmu kan memudar, hingga kau kan lelah menjadi apa yang di minta raga, sanggupkah kau wahai sang pangeran" putri itu berpaling.
"Haha...kau bercanda, mana ada kehidupan yang begitu merana?...tak terlihat ada beban yang bisa kau beri untukku, karena ku lihat adanya cinta dan ketulusan hati didirimu" jawab sang pangeran sambil terus mendekat.
" bukalah jubahku, dekati diriku, rasakan diriku maka kau akan tau seperti apakah, sang putri mu ini?" jawab sang putri, perlahan-lahan ia membuka jubah yang mengelilingi sang putri, tampak ia terhenyak, terpana tanpa kata. Disana tampak suatu tempat kumuh bernama rumah, di sudut-sudutnya nampak dua orang renta yang tampak tinggal tulang terbungkus kulit memegang piring logam yang entah karena lamanya sudah karatan, tirai rumah itu tampak kusam dan berlubang nampaknya sama seperti yang di gunakan seorang anak yang sedang terbaring sakit, sementara darah dan kotoran ada di sekitarnya, gelas minumannya tampak kering dan memutih karena debu, sementara seorang anak mengais sisa-sisa sampah yang ada di jalanan.
Inilah kenyataan hidup, tidak seindah yang kau bayangkan, kemiskinan adalah nyata bukan cerita atau teori saja seperti yang di bahas pada setiap bidang ilmu, atau laksana sorakan para sosialis yang berteriak menyuarakan anti kemiskinan, korupsi sementara mereka setiap hari memakan uang orang miskin, memakai uang yang tidak hallal, dan mengkorupsi waktunya untuk beribadah kepada Tuhan untuk mencari lembaran uang, sekarang inilah aku sang "angkara"? apakah dengan cintamu kau bisa menerimaku, karena yang kau lihat di diriku adalah ragaku, jika kau putus satu maka matilah nyawaku, cukupkah rasamu kuatkan mental dan ragamu untuk bisa hidupiku? tanya sang putri sambil menutup jubahnya.
"........................................" sang pangeran diam tanpa kata, entah karena tak kuasa melihat kenyataan yan ada, atau masih terpesona oleh keelokan rupa luar sang putri hingga menutup akal untuk menerima hal nyata, atau sedang mencaci keadaan yang ada, dan mengkamuflasekannnya menjadi fana, hingga ia tak perlu melihat nyata dan kemudian berpaling karena ia pun hanya manusia biasa yang pasti inginkan bahagia, bukan derita.
sang putri melanjutkan perjalanannya sambil membawa "tubuh" nyatanya...ia tersenyum, tertawa, sambil lantunkan ayat-ayat pada Rabb Nya, ia terus berjalan mencari tempat terindah bagi diri dan "tubuh"nya.

Tuesday, July 10, 2007

KOSONG (pantaskah aku mengeluh)

Dentang dawai waktu terus terpetik
mengingatkanku akan usia ragaku
berdiri ku terpaku.....
entah...sedang memilih jalan hidup
atau sedang letih karena hidup

Tapak-tapak takdir tercecer
menggurat luka dan bahagia
mengoyak rasa dan raga, hingga kadang
kita menjadi seonggok daging tanpa nyawa

Mereka bilang aku sudah bahagia
namun mengapa air mata terus berderai
mereka bilang aku lepas dari derita
namun mengapa ada ruang luka di hatiku

Resah...gundah...pasrah
pada akhirnya ragaku kan terkulai
oleh pelarian jiwaku
tuk mencari arti sebuah makna

Pantaskah aku mengeluh
kaki serasa tak berpijak
hati tersayat hanya lewat kata
apakah ini luka?

Kadang akal tak terima nyata
kemudian lari dalam fana
apakah aku salah
atau memang tak usah dipertanyakan
karena tanyapun tak ada jawabnya

Aku bukan pahlawan
yang selalu bisa menolong setiap tangan
karena kadang akupun butuh pelukan
yang hangatkan bekunya rasa

Kosong, hampa...fana
pantas kah aku mengeluh?
setelah semua karunia diberikan padaku
setelah semua bahagia di hibahkan pada sekitarku

Saat ini aku hanya ingin tidur
lelap dalam kepekatan sang malam
buka semua topeng ke puraan
hingga esok kujelang fajar

Karena aku yakin di sana masih ada sinar untukku
masih ada hangat untuk resahku
masih ada air untuk dahagaku
walau harus ku berdarah karena mencarinya
tapi aku harus tetap berjalan
karena ini adalah hidupku






AYAH KU SEORANG SATPAM (Part 1)

Pagi itu mentari masih enggan menampakkan diri, lambat-lambat masih terdengar lantunan ayat-ayat Al Quran dari masjid di ujung perkampungan, seorang wanita melantunkan ayat-ayat ke istriannya di sudut ruangan bernama dapur, sambil sesekali meminta putri kecilnya untuk mengambilkan kebutuhan yang tak terjangkau tangan rentanya. Seorang lelaki tua tampat menyetrika baju kebesarannya, tiap lipatan tampak begitu rapi di tangannya, sementara setrika itu memanaskan baju tua yang enggan terkena panas karena tuanya. Satu demi satu lengan lelaki itu memakai baju putihnya, masih tampak kekokohan tubuhnya di balik kerentanan usianya, gurat kewibawaan masih tersirat di pipinya, satu demi satu atribut dan pangkat dipakainya secara perlahan. Sang istri lalu menyodorkan semangkuk cinta yang kalau boleh disebut namanya di banding makanan, tampak lelaki itu menyuapkan sesendok demi sesendok cinta itu tanpa menyisakan apapun kecuali senyum karena perutnya telah kenyang kini.
"Aku pergi dulu..hari ini ada kiriman kayu jadi agak siang pulangnya, oh ya uang 10.000 kemarin sudah habis, karena malamnya aku ngopi buat ngilangin kantuk, ibu kasih aku 10.000 lagi saja, nanti pulangnya aku naik truk pengangkut kayu sampai ujung jalan sana, nduk' sekolahmu sing bener lho biar jadi pinter, jajanmu di kurangi biar ngak boros, wis yo assalamualaikum" lelaki tua itu pergi sambil membawa tas loreng bertuliskan "ABRI AL" yang tampak lusuh dimakan usia.
Dirumah itu seorang istri memintal benang kasih demi putrinya "nduk....ingat kan tadi bapak pesan apa, jangan boros ya?". dengan muka merengut tanda protes tapi tak masih terasa tertahan sang anak berkata " boros yang mana, aku sekolah dari pagi sampai magrib masak tidak ada minum, sama sekali mana tiap hari ada tugas sekolah, yang ujung-ujung nya duit, tiap hari pasti ada saja sumbangan yang tidak jelas buat apa, kalau sekali-dua kali tidak memberi ngak papa, kalau tiap hari ya aku mikir-mikir, makanya aku ngak pernah jajan, jadi aku ngak boros to bu?, keluh anak itu. "yo wis to jangan ngambek, berdoa saja biar rejeki bapak lancar biarkamu bisa sekolah dengan layak" rayu si ibu sambil memangsangkan jilbab penutup aurat pada sang putri kecilnya, ada sejuta doa tampak di raut wajahnya seraya merapikan jilbab serta seragam sekolahnya "semoga kau menjadi anak yang sholehah nduk, pinter agar kau bisa mendapat ilmu yang layak bagi dirimu".
Siang itu tampak terik, matahari jakarta tampak panas menyengat di tiap kulit yang terbuka , lelaki tua itu menutup hidungnya karena banyak debu bercampur serpihan kayu yang berterbangan, debu dari tempat kiriman kayu begitu menyesakkan nafasnya yang sudah semakin pendek itu, sesekali ia menepuk baju putihnya yang terkena debu "woi pak satpam istirahat dulu lah, minum es dulu sini, jangan lah kau ngejar setoran melulu" kata temannya yang di panggil si batak entah karena logatnya atau karena asalnya. "oh ya nanti dulu aku mau sholat dulu" lelaki itu kemudian menuju masjid di ujung pabrik yang tampak gelap itu "andai aku beli es, nanti aku ngak bisa pulang, ah sudahlah minum air putih aja, sama saja buat penghilang haus" lelaki itu melamun sebelum akhirnya ia mengambil wudlu dengan khusuknya.
Di kota yang ber kilo-kilo jauhnya tampak seorang wanita yang menuruni tangga gedung, yang megah dan ramai oleh orang, "bu mau kemana?" sapa segerombolan anak muda yang berjejer di pinggir ruangan bertulisakan "perpustakaan", "oh mau ke fakultas ada ngajar hari ini, kalian pada ngapain di sini? ngerumpi apa ngerjain skripsi? apa..nyari jodoh" tanya wanita itu " "ah si ibu tau aja, kayak ngak pernah muda, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, dapat ijasah juga ijapsah (nikah) hehe", jawab mereka sambil senyum cengegesan. Wanita itu berlalu sambil membetulkan jilbabnya yang terkena angin, satu demi satu anak tangga di laluinya sambil sesekali tersenyum saat ada mahasiswa yang menyapa, "woi jeng hari ini ada iuran lagi lho, paling lambat minggu ini" kata seorang teman yang menyapa sebelum ia masuk dalam ruangannya, "wuaduhhh ada lagi, kok ya tuh iuran nyaingin kereta api seh, tiap saat ada" kata si wanita sambil terus berlalu masuk ke dalam ruangannya. Di depan komputer ia tampak sibuk mengerjakan tugas-tugasnya, sesekali ada mahasiswa datang dan pergi untuk berkonsultasi atau sekedar bergurau dengannya, "handphone ibu bunyi..." kata seorang mahasiswi "oooo ya" si wanita berlalu mengangkat handphone sambil membaca sms yang berbunyi "kak uang spp bulan ini ya...jangan lupa, semangat yaaaa cayoooo" sambil tersenyum ia menutup pesan itu, lalu kembali larut dalam canda bersama para mahasiswa yang tampak sedang bingung memikirkan skripsinya lalu melarikan diri dengan cara tertawa, si wanita tersenyum sambil kepalanya terus berputar "kerja apa lagi ya..biar bulan depan dapat uang buat bayar spp, hemmm semoga Allah melancarkan rizkiku agar uang bayaran tidak telat".
Siang itu sekelompok mahasiswa sibuk didepan sebuah taman, tampaknya mereka sedang mencari tugas di internet, area kampus ini ada jaringan hotspot jadi dengan mudah mereka mengakses internet dimanapun mereka berada, "mas tugasmu dah selesai, kamu jadi kan bayar spp bareng aku, ortu ku rada telat neh ngirimnya, nanti mas sms aku ya kalau uang mas juga dah ada" kata seorang lelaki, yang di panggil mas mengangguk sambil tangannya terus mengetik di laptopnya, "iya-iya aku kabari ntar, kalau sekarang lagi ngak ada uang e, gaji sambilanku juga belum ada, entar aku usahain aja, oh ya kerjaan mu piye.." kata lelaki itu. Di teriknya mentari lelaki itu terdiam dengan ragu-ragu ia mengeluarkan handphone tuanya "kak uang spp bulan ini ya...jangan lupa, semangat yaaaa cayoooo" setelah tangannya mengetik dan mengirim ia kembali larut dalam pencariannya di dunia maya, sesekali ia melepaskan nafas panjangnya, di hati dan otaknya terus berfikir keras "aku kerja apa lagi ya, kasian kakak udah habis habisan buat biayain aku, nilai ku musti bagus biar dia bangga sama aku, emm kabar rumah gimana ya, si kecil tambah tinggi ngak ya...gimana kabar ayah dan ibu? apa mereka makan hari ini...." sekilas bayangan terlintas antara masa lalu dan masa kini, tampak derai air mata menetes dari hatinya terdalam, tiada orang lain yang kan tau kesedihan dalam hatinya, karena senyum dan tawa selalu mengembang di wajahnya.
Malam itu ketika semua sudah tertidur, seorang wanita menundukkan kepala di atas sajadah, bibir dan hatinya terus menggumamkan ayat-ayat kecintaannya pada sang Rabb, air matanya tak behenti berderai, suaranya parau, sesekali ia melihat potret wajah keluarganya di balik bingkai, seorang lelaki yang tampak gagah dengan baju ketentaraannya, seorang wanita yang anggun dalam busana, tiga orang anaknya yang tersenyum mengembang. Ia memandang lelaki yang ada di foto dan sekarang tak ada disisinya, "ayah semoga ayah mendapat rejeki yang hallal, semoga Allah selalu memberi hidayahnya kepada kita semua, jadilah satpam yang baik" sambil merapikan selimut putrinya ia berdoa "adek semoga adek jadi anak yang sholehah, tetap berpegang teguh pada dien islam, jadilan anak yang pintar dan menjadi kebanggan ayah dan ibu" di pandanginya lagi dua orang yang tersenyum di foto itu "adek jadilah lelaki yang sholeh, pemimpin yang adil, cerdas, baik dalam bertutur dan bertingkah laku" sekali lagi iya menyeka air matanya yang tak berhenti mengeluarkan air matanya seraya memandang putri pertamanya "kakak..jadilah wanita yang sholehah, engkau kebanggaan kami, bersabarlah dalam menghadapi tantangan hidup, semoga kau mendapat imam yang terbaik untukmu kelak sehingga kau dapat menjadi istri yang berbahagia" entah yang keberapa kali wanita itu menangis dalam sujudnya menangis karena bersyukur di beri karunia anak-anak dan keluarga sebahagia ini, walau menurut realita mereka hidup dalam kesederhanaan, tapi ia bersyukur karena keluarganya tetap memegang Dienul islam, karena ia yakin Allah maha segala, sehingga apa yang di dapatnya kini itu adalah BAHAGIA